Uni Eropa
Kebijaksanaan
Umum dan Politik Luar Negeri RI - Uni Eropa (UE)
Perkembangan hubungan bilateral RI-UE
tidak terlepas dari dinamika domestik dan regional yang berkembang di UE dan di
Indonesia. Di satu pihak, perluasan UE menjadi 27 negara pada tanggal 1 Januari
2007 merupakan suatu keberhasilan yang signifikan bagi peranannya untuk turut
menentukan peta tatanan global.
Di lain pihak, situasi dalam negeri
Indonesia yang diwarnai oleh kegiatan pemulihan ekonomi, perkembangan proses
demokrasi dan munculnya gangguan keamanan separatisme serta ancaman terorisme,
tidak dipungkiri berdampak terhadap kebijakan strategis politik luar negeri
masing-masing.
Berkaitan dengan perluasan anggota Uni
Eropa, Indonesia berharap hal tersebut tidak akan mendorong orientasi Uni Eropa
menjadi “inward-looking” dan mengurangi kerjasamanya dengan
negara-negara berkembang, terutama dengan ASEAN dan lebih khusus lagi dengan
Indonesia.
Indonesia mengharapkan perluasan
keanggotaan Uni Eropa tersebut justru dapat memberikan manfaat yang lebih besar
terhadap mitra eksternalnya. Mantapnya Uni Eropa juga merupakan faktor
konstruktif dalam kerjasama regional, baik dalam konteks hubungan ASEAN – Uni
Eropa maupun antara Asia dan Eropa dalam format ASEM.
Dalam hubungan RI-UE, terdapat beberapa
tema pokok yang menjadi prioritas bagi RI, yakni: PCA (Partnership
Cooperation Agreement), kasus pelarangan terbang maskapai Indonesia, CSP (Country
Strategy Paper) dan kondisi perdagangan dan investasi secara bilateral RI
–UE.
Perkembangan Hubungan RI – UE Hubungan
bilateral RI-UE dirintis sejak tahun 1967 di bawah kerangka ASEAN ketika UE
masih berbentuk Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community).
Perkembangan hubungan RI – UE tidak
terlepas dari dinamika yang berkembang di UE dan di Indonesia. Di sisi UE,
perkembangan UE yang selalu disibukkan oleh kegiatan-kegiatan perluasan UE
sejak 1957 hingga tercapainya ambisi UE dalam menyatukan seluruh negara di
Eropa di bawah payung UE (UE-29) dan perkembangan situasi keamanan global
menjadikan UE lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kepentingan bersama Eropa.
Dalam kaitannya dengan perkembangan di
Indonesia, proses demokrasi di Indonesia disambut dengan baik oleh UE yang
memandang Indonesia sebagai “a voice of democracy”.
Pandangan UE tersebut menunjukkan
apresiasi UE terhadap proses demokrasi di Indonesia. Peningkatan hubungan RI –
UE secara substansi juga terlihat dalam pernyataan yang disampaikan oleh Menlu
RI dan Menlu Belanda/Presidensi dalam pertemuan di Jakarta, Agustus 2004. Kedua
Menlu tersebut menyatakan bahwa kedua pihak mempunyai “common agenda”
yaitu demokrasi, HAM, lingkungan hidup, good governance, dan
anti-terorisme.
Dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono dan Presiden Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso di Jakarta pada bulan
November 2007 juga ditegaskan bahwa hubungan Indonesia dan Uni Eropa merupakan
hubungan kemitraan yang strategis dalam memainkan peran yang penting dalam
penciptaan perdamaian, stabilitas dan perkembangan wilayah regional dan dunia
secara keseluruhan.
Hubungan RI – UE menunjukkan
perkembangan penting pada tahun 2005, ditandai oleh tanggapan UE yang sangat
cepat dalam memberikan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana tsunami di Aceh
dan Nias.
UE juga mendukung proses perdamaian di
Aceh yang menghasilkan Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh wakil dari
Pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki, Finlandia, tanggal 15 Agustus 2005.
Dukungan UE terhadap implementasi Nota Kesepahaman juga ditunjukkan dengan
partisipasi UE dalam Aceh Monitoring Mission (AMM) bersama dengan
beberapa negara anggota ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei
Darussalam) dan terhadap program reintegrasi mantan anggota GAM.
UE juga berpartisipasi dalam pemantauan
Pilkada Aceh tanggal 11 Desember 2005 dengan mengirimkan EU – Election
Observation Mission (EOM). Sekjen Dewan Uni Eropa menyatakan bahwa “The
AMM is a new departure for the EU in more ways than one. Not only is it the
first time that the European Union has deployed a mission in Asia, it is also
the first time that we have worked in partnership with countries from the
Association of South East Asian Nations (ASEAN). Five ASEAN countries: Brunei,
Malaysia, the Philippines, Singapore and Thailand, provided monitors alongside
the participating European Countries”.
Sejak tahun 2000 UE telah menunjukkan
keinginan untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan Indonesia. Hal tersebut
dinyatakan dalam Komunikasi UE tahun 2000 berjudul “Developing Closer
Relations between Indonesia and the European Union” yang merupakan
penjabaran lebih lanjut dari strateginya di Asia, yang dituangkan dalam Komunikasi
EC berjudul “Europe and Asia: A Strategic Framework for Enhanced Partnership”.
Indonesia menyambut baik keinginan UE
tersebut sebagai pengakuan terhadap perkembangan di Indonesia. Kesepakatan
kedua pihak untuk meningkatkan hubungan juga tercermin dalam “RI – EU Joint
Declaration” pertemuan Menlu RI – Komisioner Hubungan Eksternal (EC) di
Luxembourg tanggal 14 Juni 2000, yang menyepakati peningkatan dialog RI – UE
melalui Bilateral Consultative Forum (Forum Konsultasi Bilateral/FKB).
Forum tersebut memprioritaskan
pembahasan pada masalah-masalah bilateral, utamanya upaya bersama untuk
meningkatkan perdagangan, investasi dan kerjasama pembangunan serta dialog
politik. Masuknya mata acara dialog politik tersebut yang memberikan “warna”
baru dalam hubungan RI – UE.
UE menilai hubungannya dengan ASEAN dan
Indonesia masih dapat ditingkatkan. Dalam kerangka ini, UE membuat suatu
pendekatan baru yang komprehensif untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan
negara-negara di Asia Tenggara di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi,
dan aspek kebudayaan.
Keinginan UE untuk membentuk perjanjian
bilateral tersebut dapat dipahami mengingat selama ini kerjasama bilateral UE
dengan negara-negara di kawasan masih berdasarkan perjanjian kerjasama dalam
kerangka ASEAN, yaitu “EU – Indonesia, Malaysia, the Philipinnes, Singapore,
and Thailand Cooperation Agreement (ASEAN member countries)" yang
ditandatangani di Kuala Lumpur tanggal 7 Maret 1980.
Pengukuhan kemitraan komprehensif
tersebut kemudian dibahas oleh kedua pihak dalam pertemuan Menteri Luar Negeri
RI dengan Menteri Luar Negeri Troika UE di Jakarta bulan Maret 2005 yang
merupakan perwujudan dari Resolusi Dewan UE tersebut di atas.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak
sepakat untuk membentuk suatu framework agreement on comprehensive
partnership and cooperation (PCA) akan menjadi dasar hukum yang kokoh bagi
pengembangan dan peningkatan kerjasama RI – UE masa mendatang.
Sejalan dengan perkembangan kerjasama
RI – UE yang telah meluas ke dialog politik, maka tepatlah jika dikatakan bahwa
kemitraan diantara kedua pihak bersifat komprehensif, di berbagai sektor. Oleh
karena itu, substansi perjanjian dimaksud tidak hanya mengenai bidang-bidang
kerjasama di sektor teknis dan kerjasama pembangunan, tetapi juga di sektor politik
seperti promosi HAM, legal cooperation, non-proliferasi senjata pemusnah
massal dan keamanan khususnya penanggulangan terorisme.
Perundingan PCA terakhir dilaksanakan
di Hamburg, Jerman, 28 Mei 2007 dan dilanjutkan dengan pembicaraan jalur
diplomatik tanggal 12 Juni 2007 yang menyepakati final version. Namun
demikian, proses penandatanganan PCA RI-UE belum sesuai dengan yang
diharapkan karena adanya keputusan Aviation Safety Committee UE yang
mengeluarkan larangan bagi penerbangan Indonesia untuk beroperasi di wilayah
negara anggota berlaku sejak tanggal 6 Juli 2007, beberapa hari menjelang
jadwal pemarafan dokumen PCA yang sedianya diadakan di Jakarta tanggal 17 Juli
2007.
Keputusan pelarangan tersebut efektif
diberlakukan tanggal 6 Juli 2007 melalui Commission Regulation (EC) No.
787/2007 tanggal 4 Juli 2007. Setelah melalui upaya negosiasi dan usaha-usaha
perbaikan yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan RI, dalam pertemuan ASC (Air
Safety Committee) tanggal 30 Juni-2 Juli 2009 di Brussels telah ditetapkan
rekomendasi untuk mencabut secara parsial larangan terbang di Eropa bagi 4
maskapai nasional Indonesia, yaitu Garuda Indonesia, Mandala Airlines, Premiair
dan Airfast Indonesia.
Melalui regulasi No.619/2009 tanggal 13
Juli 2009 yang telah dipublikasikan dalam Official Journal of the European
Union dan mulai berlaku tanggal 16 Juli 2009, Uni Eropa secara resmi telah
mencabut pelarangan terbang terhadap 4 (empat) maskapai penerbangan Indonesia
tersebut.
Hasil yang menggembirakan dari
rekomendasi ASC tersebut di Brussels mengakibatkan setelah tertunda selama 2
tahun, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya telah sepakat untuk melakukan pemarafan
terhadap Dokumen Kemitraan Komprehensif (Comprehensive Partnership and
Cooperation Agreement) pada tanggal 14 Juli 2009 dalam akhir acara Forum
Konsultasi Bilateral (FKB) RI-UE ke-8 di Yogyakarta.
Kemitraan Komprehensif merupakan
dokumen yang berisi komitmen kedua pihak untuk meningkatkan hubungan bilateral
secara lebih terancang dan terukur melalui penetapan prioritas dan modalitas
kerjasama dalam upaya mencapai target yang ditetapkan bersama.
Partnership and
Cooperation Agreement (PCA) antara Indonesia dengan Uni Eropa (UE) akhirnya
telah ditandatangani pada tanggal 9 November 2009 oleh
Menteri Luar Negeri RI dan Menteri Luar Negeri Swedia (selaku presidensi UE).
Struktur perjanjian ini terdiri atas 7 Bab dan 50 Pasal yang mencakup kerjasama
di berbagai bidang, antara lain bidang politik (hak asasi manusia,
penanggulangan terorisme, pelarangan proliferasi senjata pemusnah massal,
penanggulangan korupsi, hukum, dll.) serta kerjasama teknis (seperti ekonomi,
perdagangan dan investasi, industri, kehutanan, lingkungan hidup, transportasi,
kesehatan, iptek, pendidikan, pariwisata, dll.) dalam rangka mengembangkan dan
meningkatkan hubungan kerjasama RI-UE sebagai mitra yang komprehensif.
Penandatanganan
PCA adalah salah satu capaian penting dalam hubungan bilateral RI-UE, mengingat
bahwa Indonesia adalah negara pertama di ASEAN yang memiliki perjanjian
komprehensif dengan UE ini. Saat ini, UE masih melakukan proses negosiasi
antara lain dengan Thailand, Filipina, Singapura, Vietnam, dan Malaysia.
Pada dokumen RI-EU
Joint Statement yang dikeluarkan setelah penandatanganan PCA, tercantum 4
(empat) prioritas kerjasama jangka pendek yang dimulai pada tahun 2010, yaitu :
a.
perdagangan dan investasi; mengeksplorasi lebih lanjut
lingkup kerjasama baru termasuk di dalamnya proyek penelitian dan pengembangan.
b.
lingkungan hidup; meningkatkan kerjasama lingkungan pada
isu-isu sensitif seperti kehutanan dan perikanan dan dalam rangka membangun
komitmen bersama berbasiskan pada pertemuan UNFCCC.
c.
pendidikan; memberdayakan program-program pendidikan yang
sudah ada seperti Beasiswa Erasmus Mundus dan proyek-proyek penelitian
d.
hak-hak asasi manusia dan demokrasi; membahas
perkembangan hak asasi manusia yang menjadi perhatian bersama pada tingkat
pejabat tinggi (SOM).
Perjanjian PCA akan menjadi dokumen yang mengikat secara hukum (legally
binding) setelah diratifikasi bersama oleh seluruh pihak sebelum dapat
diberlakukan secara penuh (entry into force), sebagaimana tercantum
dalam Pasal 48. PCA RI-UE melibatkan 29 pihak dalam proses ratifikasinya, yaitu
Indonesia, Parlemen Eropa dan seluruh 27 negara anggota UE.
Kemitraan
Komprehensif juga merefleksikan semakin mantapnya hubungan bilateral Indonesia
dan Uni Eropa. Bilateral Consultative Forum (RI – EC SOM) Upaya bersama
RI – UE untuk meningkatkan kerjasama bilateral di bidang perdagangan, investasi
dan kerjasama pembangunan dilakukan melalui Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi
Forum Konsultasi Bilateral (FKB) Indonesia – Komisi Eropa.
Indonesia memandang
penting FKB sebagai sarana untuk membahas secara lebih fokus berbagai upaya
untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama Indonesia – EU.
Pada tanggal 7
Desember 2010 telah diselenggarakan Pertemuan ke-9 FKB RI-UE di Brussel yang
membahas berbagai isu yang dicapai
selama setahun sebelumnya (dari pertemuan FKB/SOM ke -8 ke FKB/SOM ke-9), pertemuan juga
mengidentifikasi beberapa prioritas untuk tahun 2011, antara lain penyelesaian Horizontal
Agreement on Air Services dan penyelesaian FLEGT/VPA serta
pelaksanaan MIP 2011-2013.
Kerjasama Pembangunan RI – UE
Kerjasama pembangunan RI - UE merupakan
salah satu pilar utama hubungan bilateral RI – UE. Perkembangan hubungan
Indonesia – UE juga tercermin dalam fokus kerjasama pembangunan RI – UE yang
bersifat recipient driven dan disesuaikan dengan program pembangunan nasional
Indonesia.
UE menggarisbawahi perlunya membangun
hubungan baru yang lebih erat dengan Indonesia melalui peningkatan program
kerjasama pembangunan yang mendukung proses demokrasi, good governance,
pembangunan sosial dan ekonomi berkelanjutan serta mengikis kemiskinan.
Hubungan baik RI – UE ini tercermin
dalam kerjasama pembangunan yang tertuang dalam Country Strategy Paper (CSP)
yang memuat strategi bersama guna menunjang pembangunan nasional. CSP tahun
2002-2006 ditujukan untuk memperkuat demokrasi dan meningkatkan good
governance melalui dukungan terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan
lingkungan hidup.
CSP 2002-2006 dituangkan dalam National
Indicative Program (NIP) yang terdiri dari program kerjasama dua tahunan.
Dalam NIP 2005-2006, terdapat tiga prioritas kerjasama yaitu pendidikan,
penegakan hukum dan keamanan, kerjasama ekonomi khususnya manajemen pendanaan
publik, dengan nilai proyek sebesar 72 juta Euro.
Sebagai tindak lanjut berakhirnya
program CSP perode 2002-2006, UE telah mengadopsi program CSP periode tahun
2007-2013 yang menitik beratkan pada sektor pendidikan, perdagangan dan
investasi, serta penegakan hukum dan good governance. Komisoner Hubungan
Luar Negeri UE, Ms. Bennita Ferrero Waldner pada tanggal 15 Mei 2007 telah
mengirim surat kepada Menlu RI bahwa Komisi Eropa telah menyetujui penyusunan
CSP 2007-2013 untuk Indonesia serta Multi-annual Indicative Programme
2007-2010.
Dalam pernyataannya, Ferrero menyatakan
bahwa Komisi Eropa akan meningkatkan bantuan finansial dalam kerjasama
pembangunan ini sebesar 494 juta Euro dalam program CSP 2007-2013 serta 248
juta Euro dalam program Multi-annual Indicative Programme 2007-2010.
CSP 2007-2013 telah ditandatangani pada
kunjungan Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso tanggal 23 Nopember 2007 di
Jakarta.
Pada periode
2007-2010 disepakati tiga bidang Multiannual
Indicative Programme (MIP) yang menjadi prioritas, dengan total bantuan sebesar
€248 juta. Kerjasama-kerjasama tersebut antara lain adalah Basic Education
(€198 juta), Economic Development (€30 juta), dan Law Enforcement and
Judicial Reform (€20 juta).
Sebagai hasil
pertemuan Working Group on Development Cooperation (WGDC) di Brussel,
tanggal 6 Desember 2010, telah ditandatangani dokumen Multiannual Indicative
Programme (MIP) yang ke-II (periode 2011-2013) senilai 200 juta Euro. Kedua belah pihak menyetujui pentingnya pelaksanaan
prinsip Aid Effectiveness dalam proyek-proyek kerjasama seperti yang
tertuang dalam Paris Declaration dan Jakarta Commitment Multiannual
Indicative Programme (MIP) ke-2 (2011-2013) memfokuskan bantuan pada sektor
pendidikan (€ 144 juta), perdagangan dan investasi (€ 25 juta), penegakan hukum (€ 16 juta), dan
perubahan iklim (€ 15 juta). Secara garis besar, bidang-bidang kerjasama pembangunan
yang dilakukan dengan Uni Eropa mendukung setiap poin tujuan pencapaian Millenium
Development Goals (government and civil society, education, health, environment
and climate change, water supply and sanitation, trade and economic cooperation).
Peran
dan Kepentingan Indonesia di UE
UE sebagai bentuk kerjasama regional
kawasan Eropa dengan 27 negara anggota, jumlah penduduk 499 juta, GDP 16,8
trilyun euro (28% GDP dunia) telah menjadi kekuatan utama ekonomi dan politik
global. Saat ini UE merupakan kekuatan dagang terbesar dunia yang menguasai 20%
nilai ekspor-impor global.
Negara anggota Uni Eropa terdiri dari
Austria, Belgia, Rep. Ceska, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman,
Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Malta,
Belanda, Polandia, Portugal, Siprus, Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia,
Inggris, Bulgaria dan Rumania.
Bagi Indonesia, UE masih merupakan
pasar penting dan salah satu sumber penanaman modal asing utama di Indonesia.
Perdagangan bilateral kedua negara pada tahun 2010 mencapai USD 28,20 milyar
dan terus menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun.
UE adalah pasar tujuan ekspor Indonesia
yang potensial. UE merupakan pasar utama terbesar bagi Indonesia setelah
Amerika Serikat dan Jepang. Total perdagangan Indonesia dan UE tahun 2010 sebesar US$ 26,8 milyar
(ekspor US$ 17,1 milyar dan impor US$ 9,8 milyar), atau naik sebesar 21,35%
dibanding tahun 2009 sebesar US$ 22,1 milyar. Tren total perdagangan kedua
negara selama 5 tahun terakhir (2005-2010) menunjukkan angka positif sebesar 10,4%.
Perkembangan hubungan bilateral RI-UE
tidak terlepas dari dinamika perkembang yang terjadi di Uni Eropa (UE) dan
Indonesia. UE yang telah berhasill sebagai a solid regional grouping,
terus melaksanakan konsolidasi melalui proses integrasi di bidang politik dan
ekonomi untuk mencapai ambisinya dalam menyatukan seluruh negara di Eropa di
bawah payung UE.
Demikian pula Indonesia yang demokrasi,
stabil dan diakui oleh masyarakat internasional sebagai mitra penting di
kawasan, keduanya merupakan aktor penting yang terus saling mendekat untuk
memperkuat kemitraan agar dapat lebih mampu menanggapi tantangan-tantangan global.
Keterkaitan masalah dan kepentingan
antara Indonesia dan UE telah menciptakan suatu common agenda yang
memperkuat hubungan kerjasama bilateral yang saling menguntungkan.
UE menilai Indonesia sebagai negara
demokratis dengan penduduk muslim terbesar di dunia, berpotensi sebagai
katalisator stabilitas keamanan kawasan. UE menilai Indonesia memiliki peranan
strategis bagi upaya pemeliharaan stabilitas dan keamanan di kawasan.
Perhatian UE terhadap perkembangan
politik di Indonesia pada umumnya menyangkut masalah demokrasi, pengelolaan
pemerintahan yang baik, dan penegakan HAM. UE juga menaruh perhatian dan
dukungan terhadap upaya Indonesia dalam memerangi terorisme dan memberikan
dukungan terhadap perkembangan yang terjadi di Indonesia.
Di lain pihak Indonesia melihat UE
sebagai suatu kekuatan ekonomi dan politik global yang dapat menjadi mitra
untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional. Peningkatan peran UE baik
dalam konteks global maupun regional merupakan perwujudan dari salah satu
tujuan pembentukannya, yaitu untuk menegaskan peranan Eropa di dunia.
UE yang tetap mempertahankan pendekatan
multilateralisme merupakan mitra penting Indonesia dalam menanggapi isu-isu
global. Dalam hal hubungan eksternal dengan Asia, pada beberapa tahun terakhir
UE menunjukkan ambisinya untuk meningkatkan peran politisnya di kawasan Asia
Tenggara melalui upaya peningkatan kerjasama dengan ASEAN guna menciptakan “an
international order based on effective multilateralism“.
Indonesia dipandang sebagai negara yang
mempunyai peranan strategis bagi upaya memelihara stabilitas dan keamanan di
kawasan. Hubungan UE dengan Indonesia selama ini terjalin dalam kerangka
kerjasama EU - ASEAN, ARF dan ASEM.
Pergantian kepemimpinan yang reformis
dan lebih demokratis di Indonesia disambut baik oleh UE karena lebih membuka
kesempatan bagi UE untuk mengadakan dialog politik dengan Indonesia.
Perhatian UE terhadap perkembangan
politik di Indonesia pada umumnya menyangkut masalah demokrasi dan HAM. Selain
itu, berkenaan dengan munculnya isu terorisme, pihak UE juga menaruh perhatian
dan dukungan terhadap upaya Indonesia dalam memerangi terorisme.
Khusus mengenai masalah keamanan dan
separatisme di Aceh, Maluku dan Papua, sikap UE dan negara-negara anggotanya
telah menyatakan dukungan mereka terhadap NKRI dan mendukung upaya damai
melalui dialog.
http://www.deplu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=RegionalCooperation&IDP=15&P=Regional&l=id
No comments:
Post a Comment