Translate

Wednesday, May 22, 2013

Uni Eropa



Uni Eropa

Kebijaksanaan Umum dan Politik Luar Negeri RI - Uni Eropa (UE)
Perkembangan hubungan bilateral RI-UE tidak terlepas dari dinamika domestik dan regional yang berkembang di UE dan di Indonesia. Di satu pihak, perluasan UE menjadi 27 negara pada tanggal 1 Januari 2007 merupakan suatu keberhasilan yang signifikan bagi peranannya untuk turut menentukan peta tatanan global.
Di lain pihak, situasi dalam negeri Indonesia yang diwarnai oleh kegiatan pemulihan ekonomi, perkembangan proses demokrasi dan munculnya gangguan keamanan separatisme serta ancaman terorisme, tidak dipungkiri berdampak terhadap kebijakan strategis politik luar negeri masing-masing.
Berkaitan dengan perluasan anggota Uni Eropa, Indonesia berharap hal tersebut tidak akan mendorong orientasi Uni Eropa menjadi “inward-looking” dan mengurangi kerjasamanya dengan negara-negara berkembang, terutama dengan ASEAN dan lebih khusus lagi dengan Indonesia.
Indonesia mengharapkan perluasan keanggotaan Uni Eropa tersebut justru dapat memberikan manfaat yang lebih besar terhadap mitra eksternalnya. Mantapnya Uni Eropa juga merupakan faktor konstruktif dalam kerjasama regional, baik dalam konteks hubungan ASEAN – Uni Eropa maupun antara Asia dan Eropa dalam format ASEM.
Dalam hubungan RI-UE, terdapat beberapa tema pokok yang menjadi prioritas bagi RI, yakni: PCA (Partnership Cooperation Agreement), kasus pelarangan terbang maskapai Indonesia, CSP (Country Strategy Paper) dan kondisi perdagangan dan investasi secara bilateral RI –UE.
Perkembangan Hubungan RI – UE Hubungan bilateral RI-UE dirintis sejak tahun 1967 di bawah kerangka ASEAN ketika UE masih berbentuk Masyarakat Ekonomi Eropa (European Economic Community).
Perkembangan hubungan RI – UE tidak terlepas dari dinamika yang berkembang di UE dan di Indonesia. Di sisi UE, perkembangan UE yang selalu disibukkan oleh kegiatan-kegiatan perluasan UE sejak 1957 hingga tercapainya ambisi UE dalam menyatukan seluruh negara di Eropa di bawah payung UE (UE-29) dan perkembangan situasi keamanan global menjadikan UE lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kepentingan bersama Eropa.
Dalam kaitannya dengan perkembangan di Indonesia, proses demokrasi di Indonesia disambut dengan baik oleh UE yang memandang Indonesia sebagai “a voice of democracy”.
Pandangan UE tersebut menunjukkan apresiasi UE terhadap proses demokrasi di Indonesia. Peningkatan hubungan RI – UE secara substansi juga terlihat dalam pernyataan yang disampaikan oleh Menlu RI dan Menlu Belanda/Presidensi dalam pertemuan di Jakarta, Agustus 2004. Kedua Menlu tersebut menyatakan bahwa kedua pihak mempunyai “common agenda” yaitu demokrasi, HAM, lingkungan hidup, good governance, dan anti-terorisme.
Dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Komisi Eropa, Jose Manuel Barroso di Jakarta pada bulan November 2007 juga ditegaskan bahwa hubungan Indonesia dan Uni Eropa merupakan hubungan kemitraan yang strategis dalam memainkan peran yang penting dalam penciptaan perdamaian, stabilitas dan perkembangan wilayah regional dan dunia secara keseluruhan.
Hubungan RI – UE menunjukkan perkembangan penting pada tahun 2005, ditandai oleh tanggapan UE yang sangat cepat dalam memberikan bantuan kemanusiaan untuk korban bencana tsunami di Aceh dan Nias.
UE juga mendukung proses perdamaian di Aceh yang menghasilkan Nota Kesepahaman yang ditandatangani oleh wakil dari Pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinki, Finlandia, tanggal 15 Agustus 2005. Dukungan UE terhadap implementasi Nota Kesepahaman juga ditunjukkan dengan partisipasi UE dalam Aceh Monitoring Mission (AMM) bersama dengan beberapa negara anggota ASEAN (Malaysia, Singapura, Thailand, Brunei Darussalam) dan terhadap program reintegrasi mantan anggota GAM.
UE juga berpartisipasi dalam pemantauan Pilkada Aceh tanggal 11 Desember 2005 dengan mengirimkan EU – Election Observation Mission (EOM). Sekjen Dewan Uni Eropa menyatakan bahwa “The AMM is a new departure for the EU in more ways than one. Not only is it the first time that the European Union has deployed a mission in Asia, it is also the first time that we have worked in partnership with countries from the Association of South East Asian Nations (ASEAN). Five ASEAN countries: Brunei, Malaysia, the Philippines, Singapore and Thailand, provided monitors alongside the participating European Countries”.
Sejak tahun 2000 UE telah menunjukkan keinginan untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan Indonesia. Hal tersebut dinyatakan dalam Komunikasi UE tahun 2000 berjudul “Developing Closer Relations between Indonesia and the European Union” yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari strateginya di Asia, yang dituangkan dalam Komunikasi EC berjudul “Europe and Asia: A Strategic Framework for Enhanced Partnership”.
Indonesia menyambut baik keinginan UE tersebut sebagai pengakuan terhadap perkembangan di Indonesia. Kesepakatan kedua pihak untuk meningkatkan hubungan juga tercermin dalam “RI – EU Joint Declaration” pertemuan Menlu RI – Komisioner Hubungan Eksternal (EC) di Luxembourg tanggal 14 Juni 2000, yang menyepakati peningkatan dialog RI – UE melalui Bilateral Consultative Forum (Forum Konsultasi Bilateral/FKB).
Forum tersebut memprioritaskan pembahasan pada masalah-masalah bilateral, utamanya upaya bersama untuk meningkatkan perdagangan, investasi dan kerjasama pembangunan serta dialog politik. Masuknya mata acara dialog politik tersebut yang memberikan “warna” baru dalam hubungan RI – UE.
UE menilai hubungannya dengan ASEAN dan Indonesia masih dapat ditingkatkan. Dalam kerangka ini, UE membuat suatu pendekatan baru yang komprehensif untuk meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara di Asia Tenggara di berbagai bidang, termasuk politik, ekonomi, dan aspek kebudayaan.
Keinginan UE untuk membentuk perjanjian bilateral tersebut dapat dipahami mengingat selama ini kerjasama bilateral UE dengan negara-negara di kawasan masih berdasarkan perjanjian kerjasama dalam kerangka ASEAN, yaitu “EU – Indonesia, Malaysia, the Philipinnes, Singapore, and Thailand Cooperation Agreement (ASEAN member countries)" yang ditandatangani di Kuala Lumpur tanggal 7 Maret 1980.
Pengukuhan kemitraan komprehensif tersebut kemudian dibahas oleh kedua pihak dalam pertemuan Menteri Luar Negeri RI dengan Menteri Luar Negeri Troika UE di Jakarta bulan Maret 2005 yang merupakan perwujudan dari Resolusi Dewan UE tersebut di atas.
Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat untuk membentuk suatu framework agreement on comprehensive partnership and cooperation (PCA) akan menjadi dasar hukum yang kokoh bagi pengembangan dan peningkatan kerjasama RI – UE masa mendatang.
Sejalan dengan perkembangan kerjasama RI – UE yang telah meluas ke dialog politik, maka tepatlah jika dikatakan bahwa kemitraan diantara kedua pihak bersifat komprehensif, di berbagai sektor. Oleh karena itu, substansi perjanjian dimaksud tidak hanya mengenai bidang-bidang kerjasama di sektor teknis dan kerjasama pembangunan, tetapi juga di sektor politik seperti promosi HAM, legal cooperation, non-proliferasi senjata pemusnah massal dan keamanan khususnya penanggulangan terorisme.
Perundingan PCA terakhir dilaksanakan di Hamburg, Jerman, 28 Mei 2007 dan dilanjutkan dengan pembicaraan jalur diplomatik tanggal 12 Juni 2007 yang menyepakati final version. Namun demikian, proses penandatanganan PCA RI-UE belum sesuai dengan yang diharapkan karena adanya keputusan Aviation Safety Committee UE yang mengeluarkan larangan bagi penerbangan Indonesia untuk beroperasi di wilayah negara anggota berlaku sejak tanggal 6 Juli 2007, beberapa hari menjelang jadwal pemarafan dokumen PCA yang sedianya diadakan di Jakarta tanggal 17 Juli 2007.
Keputusan pelarangan tersebut efektif diberlakukan tanggal 6 Juli 2007 melalui Commission Regulation (EC) No. 787/2007 tanggal 4 Juli 2007. Setelah melalui upaya negosiasi dan usaha-usaha perbaikan yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan RI, dalam pertemuan ASC (Air Safety Committee) tanggal 30 Juni-2 Juli 2009 di Brussels telah ditetapkan rekomendasi untuk mencabut secara parsial larangan terbang di Eropa bagi 4 maskapai nasional Indonesia, yaitu Garuda Indonesia, Mandala Airlines, Premiair dan Airfast Indonesia.
Melalui regulasi No.619/2009 tanggal 13 Juli 2009 yang telah dipublikasikan dalam Official Journal of the European Union dan mulai berlaku tanggal 16 Juli 2009, Uni Eropa secara resmi telah mencabut pelarangan terbang terhadap 4 (empat) maskapai penerbangan Indonesia tersebut.
Hasil yang menggembirakan dari rekomendasi ASC tersebut di Brussels mengakibatkan setelah tertunda selama 2 tahun, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya telah sepakat untuk melakukan pemarafan terhadap Dokumen Kemitraan Komprehensif (Comprehensive Partnership and Cooperation Agreement) pada tanggal 14 Juli 2009 dalam akhir acara Forum Konsultasi Bilateral (FKB) RI-UE ke-8 di Yogyakarta.
Kemitraan Komprehensif merupakan dokumen yang berisi komitmen kedua pihak untuk meningkatkan hubungan bilateral secara lebih terancang dan terukur melalui penetapan prioritas dan modalitas kerjasama dalam upaya mencapai target yang ditetapkan bersama.
Partnership and Cooperation Agreement (PCA) antara Indonesia dengan Uni Eropa (UE) akhirnya telah ditandatangani pada tanggal 9 November 2009 oleh Menteri Luar Negeri RI dan Menteri Luar Negeri Swedia (selaku presidensi UE). Struktur perjanjian ini terdiri atas 7 Bab dan 50 Pasal yang mencakup kerjasama di berbagai bidang, antara lain bidang politik (hak asasi manusia, penanggulangan terorisme, pelarangan proliferasi senjata pemusnah massal, penanggulangan korupsi, hukum, dll.) serta kerjasama teknis (seperti ekonomi, perdagangan dan investasi, industri, kehutanan, lingkungan hidup, transportasi, kesehatan, iptek, pendidikan, pariwisata, dll.) dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan hubungan kerjasama RI-UE sebagai mitra yang komprehensif.
Penandatanganan PCA adalah salah satu capaian penting dalam hubungan bilateral RI-UE, mengingat bahwa Indonesia adalah negara pertama di ASEAN yang memiliki perjanjian komprehensif dengan UE ini. Saat ini, UE masih melakukan proses negosiasi antara lain dengan Thailand, Filipina, Singapura, Vietnam, dan Malaysia.
Pada dokumen RI-EU Joint Statement yang dikeluarkan setelah penandatanganan PCA, tercantum 4 (empat) prioritas kerjasama jangka pendek yang dimulai pada tahun 2010, yaitu :
a.     perdagangan dan investasi; mengeksplorasi lebih lanjut lingkup kerjasama baru termasuk di dalamnya proyek penelitian dan pengembangan.
b.     lingkungan hidup; meningkatkan kerjasama lingkungan pada isu-isu sensitif seperti kehutanan dan perikanan dan dalam rangka membangun komitmen bersama berbasiskan pada pertemuan UNFCCC.
c.     pendidikan; memberdayakan program-program pendidikan yang sudah ada seperti Beasiswa Erasmus Mundus dan proyek-proyek penelitian
d.     hak-hak asasi manusia dan demokrasi; membahas perkembangan hak asasi manusia yang menjadi perhatian bersama pada tingkat pejabat tinggi (SOM).
Perjanjian PCA akan menjadi dokumen yang mengikat secara hukum (legally binding) setelah diratifikasi bersama oleh seluruh pihak sebelum dapat diberlakukan secara penuh (entry into force), sebagaimana tercantum dalam Pasal 48. PCA RI-UE melibatkan 29 pihak dalam proses ratifikasinya, yaitu Indonesia, Parlemen Eropa dan seluruh 27 negara anggota UE.
Kemitraan Komprehensif juga merefleksikan semakin mantapnya hubungan bilateral Indonesia dan Uni Eropa. Bilateral Consultative Forum (RI – EC SOM) Upaya bersama RI – UE untuk meningkatkan kerjasama bilateral di bidang perdagangan, investasi dan kerjasama pembangunan dilakukan melalui Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi Forum Konsultasi Bilateral (FKB) Indonesia – Komisi Eropa.
Indonesia memandang penting FKB sebagai sarana untuk membahas secara lebih fokus berbagai upaya untuk meningkatkan hubungan dan kerjasama Indonesia – EU.
Pada tanggal 7 Desember 2010 telah diselenggarakan Pertemuan ke-9 FKB RI-UE di Brussel yang membahas berbagai isu yang dicapai selama setahun sebelumnya (dari pertemuan FKB/SOM ke -8 ke FKB/SOM ke-9), pertemuan juga mengidentifikasi beberapa prioritas untuk tahun 2011, antara lain penyelesaian Horizontal Agreement on Air Services dan penyelesaian FLEGT/VPA serta pelaksanaan MIP 2011-2013.

Kerjasama Pembangunan RI – UE
Kerjasama pembangunan RI - UE merupakan salah satu pilar utama hubungan bilateral RI – UE. Perkembangan hubungan Indonesia – UE juga tercermin dalam fokus kerjasama pembangunan RI – UE yang bersifat recipient driven dan disesuaikan dengan program pembangunan nasional Indonesia.
UE menggarisbawahi perlunya membangun hubungan baru yang lebih erat dengan Indonesia melalui peningkatan program kerjasama pembangunan yang mendukung proses demokrasi, good governance, pembangunan sosial dan ekonomi berkelanjutan serta mengikis kemiskinan.
Hubungan baik RI – UE ini tercermin dalam kerjasama pembangunan yang tertuang dalam Country Strategy Paper (CSP) yang memuat strategi bersama guna menunjang pembangunan nasional. CSP tahun 2002-2006 ditujukan untuk memperkuat demokrasi dan meningkatkan good governance melalui dukungan terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
CSP 2002-2006 dituangkan dalam National Indicative Program (NIP) yang terdiri dari program kerjasama dua tahunan. Dalam NIP 2005-2006, terdapat tiga prioritas kerjasama yaitu pendidikan, penegakan hukum dan keamanan, kerjasama ekonomi khususnya manajemen pendanaan publik, dengan nilai proyek sebesar 72 juta Euro.
Sebagai tindak lanjut berakhirnya program CSP perode 2002-2006, UE telah mengadopsi program CSP periode tahun 2007-2013 yang menitik beratkan pada sektor pendidikan, perdagangan dan investasi, serta penegakan hukum dan good governance. Komisoner Hubungan Luar Negeri UE, Ms. Bennita Ferrero Waldner pada tanggal 15 Mei 2007 telah mengirim surat kepada Menlu RI bahwa Komisi Eropa telah menyetujui penyusunan CSP 2007-2013 untuk Indonesia serta Multi-annual Indicative Programme 2007-2010.
Dalam pernyataannya, Ferrero menyatakan bahwa Komisi Eropa akan meningkatkan bantuan finansial dalam kerjasama pembangunan ini sebesar 494 juta Euro dalam program CSP 2007-2013 serta 248 juta Euro dalam program Multi-annual Indicative Programme 2007-2010.
CSP 2007-2013 telah ditandatangani pada kunjungan Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso tanggal 23 Nopember 2007 di Jakarta.
Pada periode 2007-2010 disepakati tiga bidang Multiannual Indicative Programme (MIP) yang menjadi prioritas, dengan total bantuan sebesar €248 juta. Kerjasama-kerjasama tersebut antara lain adalah Basic Education (€198 juta), Economic Development (€30 juta), dan Law Enforcement and Judicial Reform (€20 juta).
Sebagai hasil pertemuan Working Group on Development Cooperation (WGDC) di Brussel, tanggal 6 Desember 2010, telah ditandatangani dokumen Multiannual Indicative Programme (MIP) yang ke-II (periode 2011-2013) senilai 200 juta Euro. Kedua belah pihak menyetujui pentingnya pelaksanaan prinsip Aid Effectiveness dalam proyek-proyek kerjasama seperti yang tertuang dalam Paris Declaration dan Jakarta Commitment Multiannual Indicative Programme (MIP) ke-2 (2011-2013) memfokuskan bantuan pada sektor pendidikan (€ 144 juta), perdagangan dan investasi (€ 25 juta), penegakan hukum (€ 16 juta), dan perubahan iklim (€ 15 juta). Secara garis besar, bidang-bidang kerjasama pembangunan yang dilakukan dengan Uni Eropa mendukung setiap poin tujuan pencapaian Millenium Development Goals (government and civil society, education, health, environment and climate change, water supply and sanitation, trade and economic cooperation).

Peran dan Kepentingan Indonesia di UE
UE sebagai bentuk kerjasama regional kawasan Eropa dengan 27 negara anggota, jumlah penduduk 499 juta, GDP 16,8 trilyun euro (28% GDP dunia) telah menjadi kekuatan utama ekonomi dan politik global. Saat ini UE merupakan kekuatan dagang terbesar dunia yang menguasai 20% nilai ekspor-impor global.
Negara anggota Uni Eropa terdiri dari Austria, Belgia, Rep. Ceska, Denmark, Estonia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Hongaria, Irlandia, Italia, Latvia, Lithuania, Luksemburg, Malta, Belanda, Polandia, Portugal, Siprus, Slowakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, Inggris, Bulgaria dan Rumania.
Bagi Indonesia, UE masih merupakan pasar penting dan salah satu sumber penanaman modal asing utama di Indonesia. Perdagangan bilateral kedua negara pada tahun 2010 mencapai USD 28,20 milyar dan terus menunjukkan kecenderungan peningkatan dari tahun ke tahun.
UE adalah pasar tujuan ekspor Indonesia yang potensial. UE merupakan pasar utama terbesar bagi Indonesia setelah Amerika Serikat dan Jepang. Total perdagangan Indonesia dan UE tahun 2010 sebesar US$ 26,8 milyar (ekspor US$ 17,1 milyar dan impor US$ 9,8 milyar), atau naik sebesar 21,35% dibanding tahun 2009 sebesar US$ 22,1 milyar. Tren total perdagangan kedua negara selama 5 tahun terakhir (2005-2010) menunjukkan angka positif sebesar 10,4%.
Perkembangan hubungan bilateral RI-UE tidak terlepas dari dinamika perkembang yang terjadi di Uni Eropa (UE) dan Indonesia. UE yang telah berhasill sebagai a solid regional grouping, terus melaksanakan konsolidasi melalui proses integrasi di bidang politik dan ekonomi untuk mencapai ambisinya dalam menyatukan seluruh negara di Eropa di bawah payung UE.
Demikian pula Indonesia yang demokrasi, stabil dan diakui oleh masyarakat internasional sebagai mitra penting di kawasan, keduanya merupakan aktor penting yang terus saling mendekat untuk memperkuat kemitraan agar dapat lebih mampu menanggapi tantangan-tantangan global.
Keterkaitan masalah dan kepentingan antara Indonesia dan UE telah menciptakan suatu common agenda yang memperkuat hubungan kerjasama bilateral yang saling menguntungkan.
UE menilai Indonesia sebagai negara demokratis dengan penduduk muslim terbesar di dunia, berpotensi sebagai katalisator stabilitas keamanan kawasan. UE menilai Indonesia memiliki peranan strategis bagi upaya pemeliharaan stabilitas dan keamanan di kawasan.
Perhatian UE terhadap perkembangan politik di Indonesia pada umumnya menyangkut masalah demokrasi, pengelolaan pemerintahan yang baik, dan penegakan HAM. UE juga menaruh perhatian dan dukungan terhadap upaya Indonesia dalam memerangi terorisme dan memberikan dukungan terhadap perkembangan yang terjadi di Indonesia.
Di lain pihak Indonesia melihat UE sebagai suatu kekuatan ekonomi dan politik global yang dapat menjadi mitra untuk mendukung pencapaian kepentingan nasional. Peningkatan peran UE baik dalam konteks global maupun regional merupakan perwujudan dari salah satu tujuan pembentukannya, yaitu untuk menegaskan peranan Eropa di dunia.
UE yang tetap mempertahankan pendekatan multilateralisme merupakan mitra penting Indonesia dalam menanggapi isu-isu global. Dalam hal hubungan eksternal dengan Asia, pada beberapa tahun terakhir UE menunjukkan ambisinya untuk meningkatkan peran politisnya di kawasan Asia Tenggara melalui upaya peningkatan kerjasama dengan ASEAN guna menciptakan “an international order based on effective multilateralism“.
Indonesia dipandang sebagai negara yang mempunyai peranan strategis bagi upaya memelihara stabilitas dan keamanan di kawasan. Hubungan UE dengan Indonesia selama ini terjalin dalam kerangka kerjasama EU - ASEAN, ARF dan ASEM.
Pergantian kepemimpinan yang reformis dan lebih demokratis di Indonesia disambut baik oleh UE karena lebih membuka kesempatan bagi UE untuk mengadakan dialog politik dengan Indonesia.
Perhatian UE terhadap perkembangan politik di Indonesia pada umumnya menyangkut masalah demokrasi dan HAM. Selain itu, berkenaan dengan munculnya isu terorisme, pihak UE juga menaruh perhatian dan dukungan terhadap upaya Indonesia dalam memerangi terorisme.
Khusus mengenai masalah keamanan dan separatisme di Aceh, Maluku dan Papua, sikap UE dan negara-negara anggotanya telah menyatakan dukungan mereka terhadap NKRI dan mendukung upaya damai melalui dialog.

http://www.deplu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=RegionalCooperation&IDP=15&P=Regional&l=id

No comments: