Translate

Sunday, November 3, 2013

BEBERAPA ISTILAH USHUL NAHWU YANG DIPENGARUHI OLEH USHUL FIKIH, ILMU HADITS, ILMU KALAM, JADAL DAN MANTIK


Makalah dipresentasikan pada mata kuliah Studi Naskah Pemikiran Bahasa Arab Oleh
Mamat Zaenuddin 03.3.00.1.06.01.0059
Dosen Pembimbing Prof. Dr. HD. Hidayat, M.A
KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB PROGRAM PASCASARJANA (S3) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2004
Beberapa Istilah Ushul Nahwu yang dipengaruhi oleh Ushul Fikih
Pengaruh ulama ushul fikih terhadap ulama ushul nahwu tampak pada pengertian ilmu. Para ulama ushul nahwu meniru ulama ushul fikih dalam pengertian ushul dan dalil-dalilnya.
1. Istishhab al-Hal Istishhab al-hal adalah suatu istilah dalam ushul fikih yang digunakan oleh para ulama ushul nahwu. Istilah ini lahir pada periode terakhir ulama ushul nahwu, yaitu setelah abad ke 4 H. Ibn Jinni tidak menggunakannya, sekalipun ada pemahaman yang sama dengan istilah ini. Ini yang kita temukan dalam “Al- Khashaish”, juz 2, halaman 459, suatu bab dalam menetapkan ucapan-ucapan menurut posisi awal sebelum ada usaha untuk meninggalkan dan merubahnya. Inilah yang diistilahkan dengan “istishhab al-hal”, istilah fikih yang didefinisikan oleh para ahli fikih dengan : “Penetapan hukum atas sesuatu dengan keadaan yang berlaku sebelumnya sampai ada dalil yang merubah keadaan itu”, atau “Pemberlakuan hukum yang berlaku pada masa lalu untuk masa kini sampai ada dalil yang merubahnya” (Ilmu Ushul Fikih, hal. 91)
Ibn al-Anbari berbeda dengan Ibn Jinni, beliau menggunakan istilah ini dan mendefinisikannya. Katanya : Ketahuilah bahwa istishhab al-hal termasuk dalil yang mu’tabar, sedangkan yang dimaksud dengannya adalah menetapkan keadaan asal dalam ism yaitu i’rab, dan menetapkan keadaan asal dalam fi’il yaitu bina sampai ada yang mewajibkan bina pada ism dan mewajibkan i’rab pada fi’il. Adapun yang mewajibkan bina pada ism adalah serupa harf atau yang mengandung makna harf. (al-Lam’u, hal 141) 
2. Al-Qiyas bi ilghai al-Fariq Di antara istilah fikih yang terdapat pada ulama ushul nahwu adalah istilah “alqiyas bi ilgha al-fariq” (qiyas dengan mengabaikan yang berbeda), yaitu tidak boleh ada perbedaan di antara dua bentuk yang berpengaruh dalam Syara’ (Al- Qiyas fi al-Syar’i al-Islami : 6).
Al-Suyuti membicarakan istilah ini pada saat berbicara tentang masalik al-‘illah, dia mengemukakan “ilgha al-fariq” dalam pernyataannya bahwa ilgha al-fariq itu ialah penjelasan bahwa furu’ tidak boleh berbeda dengan asal, kecuali pada halhal yang tidak ada pengaruhnya. (Al-Iqtirah : 88)
3. Istilah-istilah yang berhubungan dengan Hukum Pengaruh ushul fikih terhadap ushul nahwu juga terdapat pada hal-hal yang berhubungan dengan hukum, yaitu salah satu rukun qiyas. Para ahli nahwu menggunakan istilah-istilah (wajib, wujub, jaiz, jawaz, hasan, qabih, hasan qabih, dan sebagainya) yang kesemuanya merupakan istilah-istilah fikih. 
4. Istilah Istihsan termasuk istilah ushul fikih yang berpengaruh terhadap ushul nahwu. Istilah ini bagi imam Syafi’i dalam bukunya al-Risalah, salah satu sumber rujukan ushul fikih yang paling maju, seperti yang dia katakan : “Selain Rasulullah saw. tidak ada yang berhak memberi dalil terhadap suatu yang terjadi, keadilan dan pahala seorang hamba, dan tidak boleh menggunakan istihsan, karena dengan istihsan berarti mengada-ada, tidak seperti contoh yang lalu”. (Al-Risalah : Masalah 70)
Ibn Jinni menggunakan istilah istihsan dalam bukunya “Khashaish” dan menjadikannya satu bab, yaitu “Bab fi al-istihsan wa jama’ihi), bawa ‘illahnya lemah tidak memberikan hukum selain sekedar bagian dari ittisa’ dan ta’arruf.
Bentuknya ada beberapa macam, di antaranya adalah (istihsan dan isti’dzab) Wawu diganti dengan ya karena istihsan, bukan karena kuatnya ‘illah, seperti ن____ dan ن____ . Pemindahan pada __ dan ن__ , semata-mata karena istihsan dan itsar, bukan karena wujub ‘illah. Istihsan karena darurat ‘illah, istihsan bukan karena kuatnya ‘illah dan bukan karena istimrar, dan ucapannya : Perkataan mereka __ dan ___ ر semuanya adalah istihsan bukan karena istihkam ‘illah.

PSIKOLINGUISTIK BAHASA ARAB



PSIKOLINGUISTIK BAHASA ARAB
(SEBUAH PENGANTAR)
A. SUHERMAN
Abstrak
Psikolinguistik berarti importasi ilmu linguistik ke dalam psikologi, dan bukan sebaliknya importasi ilmu psikologi ke dalam linguistik. Psikologi mengambil/ menerima dari linguistik karena linguistik merupakan bidang yang lebih“maju”, dalam arti “lebih dekat kepada kebenaran pokok persoalannya“ atau lebih sederhana ”lebih bersifat teknis”. Linguistik seakan-akan harus lebih dekat kebenarannya daripada psikologi, karena para linguist sebagai suatu kelompok membuat suatu impresi atau kesan atau pengaruh monolitis yang lebih kompak, lebih rapih. 
Dari semua aspek kondisi kemanusiaan agaknya “bahasa” merupakan yang paling signifikan. Kenapa tidak! dengan bahasa manusia berkomunikasi, menciptakan keindahan, menyatakan perasaan-perasaannya yang paling signifikan maupun yang paling tidak signifikan, menyampaikan pengetahuan dan kebudayaan dari generasi ke generasi, dari angkatan ke angkatan. Dalam kehidupan sehari-hari kita mempergunakan bahasa sebagai alat komunikasi. Karena sedemikian manunggalnya bahasa itu dengan kehidupan kita, terkadang kita lupa akan fungsinya yang demikian penting. Rasa “adanya” ini, seolah-olah tiada terasa. Hilang bisa karena biasa. Tetapi cobalah bayangkan: seseorang itu jadi bisu karena sesuatu hal, barulah terasa betapa rasanya tanpa bahasa. 
Kemampuan menyimak dan berbicara digolongkan kepada kemampuan alami , karena kemampuan tersebut pada hakikatnya sudah ada pada setiap diri manusia. Sedangkan kemampuan membaca dan menulis, digolongkan kepada kemampuan yang sifatnya budaya , karena kemampuan tersebut bisa direkayasa oleh manusia serta tidak bisa dikuasai sebelum dipelajari. 
A. Definisi Ilmu
Psikolinguistik sebagai suatu istilah ilmiah, lahir sejak tahun 1954, tahun penerbitan karya brsama Charles E. Osgood dan Thomas A. Sebeok, yang berjudul “Psycholinguistics, A Survey of Theory and Research Problems” (Tarigan, 1986: 2) di Bloomington. Sejak itu istilah psikolinguistik semakin sering dan banyak dipakai, suatu indikasi baik bahwa perhatian sudah bertambah banyak kepada cabang ilmu ini. 
Psikolinguistik dalam pembelajaran di Jurusan Pendidikan Bahasa Arab Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dikenal dengan sebutan `Ilm al lughah al Nafsĭ, dengan demikian pembelajaran ini merupakan suatu disiplin ilmu bahwa psikolinguistik berarti importasi ilmu linguistik ke dalam psikologi, dan bukan sebaliknya importasi ilmu psikologi ke dalam linguistik. Untuk itu agar lebih rinci terlebih dahulu harus memahami tentang pemaknaan ilmu, baru kemudian ke arah psikolinguitiknya. 
Ilmu dalam bahasa Inggris science, dalam bahasa Jerman wissenschaft, dalam bahasa Belanda wetwnschap. Dalam The new columbia Encyclopedia menjelaskan bahwa science berasal dari scentia yang artinya knowledge atau pengetahuan. Dalam Webster's 20 th Century Dictionary, kata science adalah sebuah kata dari Perancis yang berasal dari kata kerja sciens yang artinya to know atau tahu. Di lain pihak science, berasal dari kata Latin sciere, sebuah kata kerja yang artinya tahu, mengetahui, mengerti, mengenal dan sebagainya. 
Kata ilmu sudah menjadi bahasa Indonesia, bukan hanya sekedar bahasa Arab, bahkan lebih dari itu tercantum dalam Al Qur'an. Kata 'ilm dalam Al Qur'an diungkapkan sebanyak 105 kali, lebih banyak sedikit dari kata al-Dien (103 kali). Kata 'ilm dengan kata jadiannya terungkapkap kurang lebih sebanyak 744 kali. 
Ilmu bisa berarti proses memperoleh pengetahuan, atau pengetahuan terorganisasi yang diperoleh lewat proses tersebut. Proses keilmuan adalah cara memperoleh pengetahuan secara sistematis tentang suatu sistem. Perolehan sistematis ini umumnya berupa metode ilmiah, dan sistem tersebut umumnya adalah alam semesta. Dalam pengertian ini, ilmu sering disebut sebagai sains. 
Tetapi, ilmu dapat pula bermakna jauh berbeda dari pengertian sains. Di masyarakat kita, biasa kita dengar istilah "ilmu hitam", yaitu ilmu yang berkonotasi buruk, misalnya bisa bermakna ilmu yang muncul dari kekuatan gaib yang ditujukan untuk melakukan perbuatan jahat. 
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari „alima – ya‟lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Untuk lebih memahami pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pengertian: 
“Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia) 
“Science is knowledge arranged in a system, especially obtained by observation and testing of fact (And English reader‟s dictionary) 
“Science is a systematized knowledge obtained by study, observation, experiment” (Webster‟s super New School and Office Dictionary) 
Dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi pengetahuan dengan ciri-ciri khusus yaitu yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu”. Secara 
sederhana bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu yang merupakan satu kesatuan yang tersusun secara sistematis, serta memberikan penjelasan yang dipertanggungjawabkan dengan menunjukkan sebab-sebabnya. 
`Ilmu dan pengetahuan dalam bahasa Indonesia terkadang dipergunakan sebagai arti dari kata “ilm” dalam bahasa Arab. Sedangkan untuk kata ma`rifah dari bahasa Arab seringkali hanya diterjemahkan sebagai “pengetahuan”. Dalam terjemahan yang menyangkut definisi, kata `ilm diterjemahkan sebagai “ilm” atau ilmu pengetahuan (science) sedangkan kata ma`rifah sebagai pengetahuan biasa, atau singkatnya “pengetahuan” (knowledge). 
Mengenai kata fahm dan fiqh, biasanya kedua kata tersebut diterjemahkan sebagai “pemahaman”. Untuk membedakan keduanya, di sini kata fahm diterjemahkan sebagai “pemahaman”, sedangkan kata fiqh diterjemahkan sebagai “pengertian”, yang dimaksudnya adalah “pemahaman yang lebih mendalam” (Jabir Aljazairy, 2001: 19). 
Dalam Lisan al `Arab, kata al-ilm (berasal dari kata alima – ya‟lamu (mengetahui) disebutkan sebagai lawan katanya adalah al jahl (bodoh/tidak tahu), jika dikaitkan `alimatu al syai‟a berarti “saya mengetahui sesuatu”. 
Ada beberapa pendapat tentang ta`rif ilmu, di antaranya: 

plurisentris




akah itu Plurisentris?
Plurisentris adalah sebuah perantara yang menjembatani antara “bahasa” dan “dialek”. Ciri utama bahasa plurisentris adalah bahwa bahasa ini bisa dijumpai di dua negara atau lebih. Status bahasa di negara-negara tersebut menduduki posisi penting sebagai bahasa resmi pemerintahan. Konsep bahasa plurisentris ini untuk pertama kalinya dikemukakan oleh Kloss  pada tahun 1952. Dalam karyanya tersebut, ia menjelaskan tentang bahasa Jerman yang tidak hanya digunakan di negara Jerman, melainkan juga muncul di beberapa negara lainnya. Fakta ini tentunya juga harus didukung oleh sebuah teori linguistik. Oleh karena itulah, dia menciptakan istilah “polisentris” untuk bahasa yang  digunakan di dua negara,  sedangkan untuk bahasa-bahasa yang digunakan di lebih dari dua negara ia menyebutnya dengan istilah “plurisentris”.
Hal penting dari pengertian bahasa „plurisentris“ tersebut adalah bahwa bahasa tersebut memiliki fungsi sebagai bahasa formal atau juga digunakan sebagai bahasa pemerintahan. Akan tetapi,  karena bahasa minoritas juga adakalanya bertatus sebagai bahasa resmi, maka harus juga ditambahkan bahwa suatu bahasa menjadi „plurisentris“ ketika bahasa tersebut memiliki sentral kebahasaan. Hal ini hanya dapat terjadi jika bahasa tersebut bertatus sebagai bahasa nasional, bahasa resmi kedua atau lainnya, atau bahasa daerah dengan jumlah penutur yang cukup besar. Karena status inilah, maka bahasa tersebut digunakan secara resmi di kantor-kantor pemerintahan, di berbagai institusi, organisasi, sekolah serta media. Selain itu, bahasa ini pun digunakan di bidang politik, sosial dan ekonomi negara masing-masing.
Semua bahasa di dunia yang memiliki penutur bahasa yang besar dapat dikategorikan sebagai bahasa „plurisentris“, yaitu antara lain: bahasa Arab, Mandarin, Inggris, Prancis, Hindi-Urdu, bahasa Indonesia atau bahasa Melayu, Spanyol, dan Portugis. Selain itu ada beberapa bahasa lainnya, seperti: bahasa Armenia, Belanda, serta Korea. Adanya perubahan serta perkembangan politik juga dapat menyebabkan munculnya negara baru, sehingga memunculkan pula bahasa plurisentris yang baru pula. Hal ini dapat terjadi, jika negara-negara pecahan yang telah membentuk sebuah pemerintahan baru tetap menggunakan bahasa yang sama atau juga karena alasan politik. Bahasa Rusia dan bahasa Albania dengan alasan yang telah dikemukakan tadi dapat menjadi sebuah bahasa „plurisentris“.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa bahasa Jerman juga merupakan bahasa „plurisentris“ karena digunakan di empat negara, yaitu: Jerman, Liechtenstein, Austria dan Swiss. Di samping itu, bahasa Jerman juga digunakan di Belgia dan di Südtirol Italia. Di kedua negara tersebut bahasa Jerman memiliki fungsi sebagai suatu varian bahasa.
Bahasa Jerman dianggap sebagai bahasa „plurisentris“ salah satunya adalah karena pengaruh sebuah tulisan Michael Clyne dalam bukunya yang ia tulis pada tahun 1984 yang mengangkat tema “Language and Society in the German-speaking Countries”. Berikutnya pada tahun 1992 muncul buku lainnya yang berjudul “Pluricentric Languages. Different Norms in Different Countries” dan “The German Language in a Changing Europe” pada tahun 1995. Lalu bagaimana halnya dengan bahasa Inggris? Khusus untuk bahasa Inggris, dikatakan ada sebuah jarak yang terlalu besar antara bahasa Inggris di Amerika dan bahasa Inggris dari tempat asalnya. Namun, biar bagaimanapun bahasa Inggris adalah contoh sebuah bahasa „plurisentris“ yang dapat dijumpai di 76 negara di dunia, baik itu sebagai bahasa pertama ataupun bahasa kedua. Diperkirakan ada sekitar 750 juta penutur bahasa Inggris di seluruh dunia.
Disarikan dari:
Muhr, Rudolf (2003): Die plurizentrischen Sprachen Europas – Ein Uberblick. Dalam: Gugenberger, Eva/Blumberg, Mechthild (Hrsg.) Vielsprachiges Europa. Zur Situation der regionalen Sprachen von der Iberischen Halbinsel bis zum Kaukasus. Frankfurt u.a. Peter Lang Verlag. S. 191-233. (Bd. 2 Osterreichisches Deutsch – Sprache der Gegenwart.)