Makalah dipresentasikan pada
mata kuliah Studi Naskah Pemikiran Bahasa Arab Oleh
Mamat Zaenuddin
03.3.00.1.06.01.0059
Dosen Pembimbing Prof. Dr.
HD. Hidayat, M.A
KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA
ARAB PROGRAM PASCASARJANA (S3) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2004
Beberapa Istilah Ushul Nahwu yang
dipengaruhi oleh Ushul Fikih
Pengaruh ulama ushul fikih terhadap ulama
ushul nahwu tampak pada pengertian ilmu. Para ulama ushul nahwu meniru ulama
ushul fikih dalam pengertian ushul dan dalil-dalilnya.
1. Istishhab al-Hal Istishhab al-hal
adalah suatu istilah dalam ushul fikih yang digunakan oleh para ulama ushul
nahwu. Istilah ini lahir pada periode terakhir ulama ushul nahwu, yaitu setelah
abad ke 4 H. Ibn Jinni tidak menggunakannya, sekalipun ada pemahaman yang sama
dengan istilah ini. Ini yang kita temukan dalam “Al- Khashaish”, juz 2, halaman
459, suatu bab dalam menetapkan ucapan-ucapan menurut posisi awal sebelum ada
usaha untuk meninggalkan dan merubahnya. Inilah yang diistilahkan dengan
“istishhab al-hal”, istilah fikih yang didefinisikan oleh para ahli fikih
dengan : “Penetapan hukum atas sesuatu dengan keadaan yang berlaku sebelumnya
sampai ada dalil yang merubah keadaan itu”, atau “Pemberlakuan hukum yang
berlaku pada masa lalu untuk masa kini sampai ada dalil yang merubahnya” (Ilmu
Ushul Fikih, hal. 91)
Ibn al-Anbari berbeda dengan Ibn Jinni,
beliau menggunakan istilah ini dan mendefinisikannya. Katanya : Ketahuilah
bahwa istishhab al-hal termasuk dalil yang mu’tabar, sedangkan yang dimaksud
dengannya adalah menetapkan keadaan asal dalam ism yaitu i’rab, dan menetapkan
keadaan asal dalam fi’il yaitu bina sampai ada yang mewajibkan bina pada ism
dan mewajibkan i’rab pada fi’il. Adapun yang mewajibkan bina pada ism adalah
serupa harf atau yang mengandung makna harf. (al-Lam’u, hal 141)
2. Al-Qiyas bi ilghai al-Fariq Di antara
istilah fikih yang terdapat pada ulama ushul nahwu adalah istilah “alqiyas bi
ilgha al-fariq” (qiyas dengan mengabaikan yang berbeda), yaitu tidak boleh ada
perbedaan di antara dua bentuk yang berpengaruh dalam Syara’ (Al- Qiyas fi
al-Syar’i al-Islami : 6).
Al-Suyuti membicarakan istilah ini pada
saat berbicara tentang masalik al-‘illah, dia mengemukakan “ilgha al-fariq”
dalam pernyataannya bahwa ilgha al-fariq itu ialah penjelasan bahwa furu’ tidak
boleh berbeda dengan asal, kecuali pada halhal yang tidak ada pengaruhnya.
(Al-Iqtirah : 88)
3. Istilah-istilah yang berhubungan
dengan Hukum Pengaruh ushul fikih terhadap ushul nahwu juga terdapat pada
hal-hal yang berhubungan dengan hukum, yaitu salah satu rukun qiyas. Para ahli
nahwu menggunakan istilah-istilah (wajib, wujub, jaiz, jawaz, hasan, qabih,
hasan qabih, dan sebagainya) yang kesemuanya merupakan istilah-istilah fikih.
4. Istilah Istihsan termasuk istilah
ushul fikih yang berpengaruh terhadap ushul nahwu. Istilah ini bagi imam
Syafi’i dalam bukunya al-Risalah, salah satu sumber rujukan ushul fikih yang
paling maju, seperti yang dia katakan : “Selain Rasulullah saw. tidak ada yang
berhak memberi dalil terhadap suatu yang terjadi, keadilan dan pahala seorang
hamba, dan tidak boleh menggunakan istihsan, karena dengan istihsan berarti
mengada-ada, tidak seperti contoh yang lalu”. (Al-Risalah : Masalah 70)
Ibn Jinni menggunakan istilah istihsan
dalam bukunya “Khashaish” dan menjadikannya satu bab, yaitu “Bab fi al-istihsan
wa jama’ihi), bawa ‘illahnya lemah tidak memberikan hukum selain sekedar bagian
dari ittisa’ dan ta’arruf.
Bentuknya ada beberapa macam, di
antaranya adalah (istihsan dan isti’dzab) Wawu diganti dengan ya karena istihsan,
bukan karena kuatnya ‘illah, seperti ن____ dan ن____ . Pemindahan pada __ dan ن__ ,
semata-mata karena istihsan dan itsar, bukan karena wujub ‘illah. Istihsan
karena darurat ‘illah, istihsan bukan karena kuatnya ‘illah dan bukan karena
istimrar, dan ucapannya : Perkataan mereka __ dan ___ ر semuanya adalah istihsan bukan karena
istihkam ‘illah.