Translate

Monday, March 16, 2015

SUFISME DALAM ISLAM


By : Septian Saputro

Aku Mengabdi kepada Allah bukan karena takut pada api neraka
Bukan pula karena ingin masuk surga
Tetapi aku mengabdi
Karena cintaku kepadaNya

Penggalan syair tersebut sudah tidak asing ditelinga para kaum sufi. Syair tersebut menyatakan mahabah seorang penyair  Rabia’ah al-Adawiyah yang tidak lain mengharapkan hal lain kecuali karena kecintaan terhadap Rabnya.

Berbicara tentang sufisme dalam Islam, dalam perkembanganya pada zaman Rosul dan khulfaur Rasyidin tidak didapati istilah sufisme tersebut atau sufi sebutan bagi pelaku. Namun dalam ranah praktik hal ini sudah tampak, sebagaimana yang dilakukan Rosul Muhammad yang bertahanus di gua Hira dimana beliau menyendiri, merenung, mendekatkan diri pada Allah. Dilain sisi beliau hidup sederhana bersikap sabar, qana’ah dan lain sebagainya yang bisa dibilang itu merupakan praktik dari para sufi.

Kata sufisme bisa disamakan dengan tasawuf, dikalangan para peneliti barat kata tasawuf biasa disebut dengan sufisme[1].  Sementara asal kata sufisme atau sufi sendiri memiliki berbagai perbedaan, diantaranya :

Sufi berasal dari Shaf,  karena orang disebut sufi karena berada dibarisan yang dinilai pada barisan pertama yang dekat dengan Allah. Sufi juga dikatakan berasal dari Shuffah, orang bisa disebut sufi karena memiliki sifat yang sama dengan ahli suffah yakni para sahabat yang berada di masa Rosul[2]. Namun As-sufah juga secara lebih khusus juga dinisbatkan kepada orang-orang Makah yang hijrah ke Madinah bersama nabi, mereka hidup sederhana dalam keadaan miskin, mereka tinggal di masjid nabi dengan memakai alas berupa pelana yang disebut suffah[3].

Lalu ada yang menisbatkan kata sufi yang berasal dari kata “shuf” yang berarti kain wol kasar yang dipakai oleh para kaum miskin, lalua ada yang menisbatkan kata sufi pada kata “safa” yang berarti suci, lalu kata sufi menurut para intelektual barat berasal dari bahasa Yunani, “sophos” yang berarti hikmah[4].

Sementara sufi dapat diartikan pula sebagai orang atau kelompok yang menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat keduniaan, lebih mementingkan kehidupan akhirat dengan jalan berupaya mendekatkan diri kepada Khalik dengan cara-cara yang melebihi cara kaum awam dalam beribadah. Atau Muh Iham Usman dalam abstraksinya mengatakan sufisme dalam perjalananya menekankan upaya purifikasi/pemurnian spiritual menuju nilai-nilai ketuhanan[5].

Tasawuf atau Mistisisme

Dr. Abu al-Wafa’ al-Gahanimi dalam bukunya Madkhal ila al-Tashawwuf al-Islam yang diterjemhakan  dengan judul Sufi dari Zaman ke Zaman, beliau mengatakan bahwa Tasawuf terbagi menjadi dua, yakni tasawuf yang bercorak religius dan tasawuf yang bercorak filosofis.
Tasawuf yang bercorak religius menurutnya adalah suatu bentuk gejala yang ada pada semua jenis agama, baik agama samawi maupun agama ardhi atau beliau sebut agama purba[6]. Sementara tasawuf filosofis adalah tasawuf yang mana memadukan unsur-unsur visi mistis dan visi rasional penggasnya.

Ibnu khaldun merumuskan dalam Muqadiamah, ada empat objek utama yang menjadi fokus  para sufi filosofis[7]:

a. Penggunaan rasa/ Dzauq, intuisi dan intropeksi diri sebagai bentuk latihan rohaniah.
b. hal-hal yang tersingkap dari hal ghaib.
c. peristiwa atau gejala-gejala alam yang memiliki pengaruh terhadap berbagai bentuk hal yang kramatatau hal yang luar biasa.
d. membuat istilah-istilah atau ungkapan yang sifatnya samar.



Sumber :
Abu Bakar M Kalabazi, Ajaran-Ajaran Sufi , 1985, Bandung: Pustaka
Anonim, Perkembangan Pemikiran Sufisme/Mistisisme Dalam Islam, PDF
Dr. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazami, Sufi Dari Zaman ke Zaman, Terjemahan,1958, Bandung: Pustaka
Muh. Ilham Usman, Sufisme dan Neo Sufisme Dalam Pusaran Cendikiawan Muslim,  Jurnal Al-Fikr vol 17 No 2 Tahun 2013






[1] Muh. Ilham Usman, Sufisme dan Neo Sufisme Dalam Pusaran Cendikiawan Muslim,  Jurnal Al-Fikr vol 17 No 2 Tahun 2013
[2] Abu Bakar M Kalabazi, ajaran-ajaran Sufi , 1985, Bandung: Pustaka, Hal 1
[3] Anonim, perkembangan Pemikiran Sufisme/mistisisme dalam Islam, PDF
[4] Muh. Ilham Usman, Sufisme dan Neo Sufisme Dalam Pusaran Cendikiawan Muslim,  Jurnal Al-Fikr vol 17 No 2 Tahun 2013
[5] Ibid.
[6] Dr. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazami, Sufi Dari Zaman ke Zaman, Terjemahan,1958, Bandung: PustakaHal 2
[7] Ibid

No comments: