Translate

Monday, March 16, 2015

REVIEW PENDEKATAN DALAM STUDI TEKS HERMEUNETIKA HADIS GENDER (TELAAH PEMIKIRAN KHALED ABOE EL FADL DALAM KITAB SPEAKING IN GOD’S NAME : ISLAMIC LAW, AUTHORITY AND WOMAN) OLEH : ABDUL MAJID

REVIEW PENDEKATAN DALAM STUDI TEKS
Septian Saputro (1420510025)

HERMEUNETIKA HADIS GENDER
 (TELAAH PEMIKIRAN KHALED  ABOE EL FADL DALAM KITAB SPEAKING IN GOD’S NAME : ISLAMIC LAW, AUTHORITY AND WOMAN)
OLEH : ABDUL MAJID

Jurnal Al-Ulum V 13 No 2 Desember 2013 Hal 293-320

Dalam kajian ini objek materialnya adalah fatwa CRLO yang berangkat dari teks hadis gender, sementara objek formal yang digunakan adalah hermeunetika khaled aboe el fadl.

Telaah ini lahir setelah beliau merasa ada hal yang tidak pas pada keputusan-keputusan atau fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh CRLO (Council for Scientific Research and Legal Opinion) yang dalam pandanganya sebagai tindakan yang merendahkan Wanita misalnya : larangan wanita untuk mengemudi mobil sendiri, larangan wanita untuk memimpin sebuah negara dan lain-lain.

Ada tiga hal yang diperhatikan dalam hermeunetika Khaled Aboe El Fadl yakni : penulis/pengarang, teks (dalam hal ini berupa hadis) dan pembaca.

Sebagai contoh hadis yang diriwayatkan nufay bin harits atau yang dikenal dengan Abu Bakrah al-Tsaqafi. (sejumla ulama memandang hadis tersebut autentik termsuk Imam Bukhari)
“Tidak akan sukses suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada perempuan”
Pada tahap awal Aboe Fadl meneliti tentang kepengarangan hadis ini yakni apakah bersumber dari Rosul atau si periwayat Abu Bakrah. Dalam penelusuranya beliau mendapatkan bahwa:

1. Abu Bakrah baru masuk Islam di akhir-akhir kehidupan Nabi
.
2. Abu Bakrah sebagai penyebar fitnah dan Umar bin Khatab menolak kesaksianya dalam kasus-kasus hukum. Ia menuduh Mughirah bin Syu’bah –gubernur Basrah pada masa Umar- dimana ia sering mengunjungi wanita yang sudah bersuami Ummi Jmil bint Amr. Abu Bakrah bersama saudara tirinya menyaksikan mereka dalam keadaan tidak berpakaian dan terlibat aktifitas seksual.

3. memutuskan hubungan silaturahmi, contoh kepada Ziyah saudara tirinya. Ia tak berbicara sepanjang hidupnya dan berwasiat agar saudaranya itu dilarang mensolati jenazahnya kala ia meninggal. Begitupula ia memutuskan silaturahmi pada anak-anaknya yang menerima jabatan politik dari pemerintah muawiyah.

Dari hal tersebut diatas. Menurut Aboe Fadl bahwa cukuplah menjadi alasan untuk menolak hadis ini, karena tidak terpenuhinya unsur “adalah pada Abu Bakrah dan ia diragukan oleh sahabt nbi Umar bin Khatab.

Dalam kaitanya dengan teks hadis dimana da proses panjang mengenai pembukuan hadis walaupun terbukti otentitasnya namun kebenarn hadisnya perlu ditinjau ulang. Pada proses kepengarangan selanjutnya kemudian berubah menjadi sederet nama periwayat. Aboe Fadl melihat beberapa al yang akan muncul:

1. Pemalsuan
2. Daya ingat perawi
3. Subjektifitas dalam menerima dan memahami hadis. Dimana mereka tidak meposisikan nabi dalam kerangka objektif. Mereka berinteraksi dalam kerangka subjektif dan subjektifitas ini mempengaruhi apa yang mereka lihat dan dengar. Hal ini memungkinkan terjadinya distorsi makna.
Aboe Fadl menduga bahwa Abu Bakrah keliru dalam mendenagrkan hadis tersebut. Bisa jadi nabi berkomentar tentang situasi yang berkembang di Persia dengan mengatakan “orang-orang yang dipimpin oleh perempuan ini tidak akan sukses”  lalu pernyataan ini ditngkap oleh Abu Bakrah melalui subjektifitasnya.

Dari hal diatas Aboe Fadl Menawarkan konsep Proposionalitas dan penolakan berbasis iman. Proposionalitas adalah keterpercayaan kita terhadap sebuah riwayat harus dihubungkan terhadap dampak hukum, teologis, sosial dan moral yang ditimbulkan. Sementara penolakan berbasis iman adalah ketidak setujuan terhadap hadis tertentu yang meskipun otentik (shahih tetapi ahad)  namun memiliki dampak teologis, sosial, hukum dan moral yang sangat serius.

Hadis tersebut merupakan salah satu contoh yang diberikan Aboe Fadl dimana dalam analisis hermeunetikanya (hermeunetika dialektika) melibatkan tiga unsur yakni pengarang (dalam hal ini periwayat) lalu teks (hadis) dan pembaca. Ketiganya harus bersifat dialektis.



No comments: