Translate

Monday, March 16, 2015

SEKULARISME & NASIONALISME


Oleh : Septian Saputro
Ketika Islam hadir  dan dipimpin oleh Rosullullah SAW maka di sini Islam tidak hanya sebagai sebuah keyakinan semata melainkan juga sebagai bentuk peradaban baru dimana kita dapati sistem-sistem kepemimpinan, politik, sosial. Hal ini dapat ditinjau karena latar belakang lahirnya Islam yang berada di tengah-tengah kehidupan Arab jahiliah yang sudah memiliki peradaban sendiri baik dalam ranah kepemimpinan, politik, sosial dan lain-lain.
Maka jika kita lihat pola yang ada pada masa Rosul  antara agama dan urusan selain agama tidak bisa terlepas dari peran Rosul, Rosul sebagai pemimpin agama, juga sebagai pemimpin umat. Begitupula pola hubungan agama dengan selain agama pada masa sahabat dan khilafah-khilafah setelahnya. Tampak pola hubungan yang ada adalah integrasi, antara agama dan yang selain agama saling membaur, saling melengkapi. Antara agama dan selain agama berada dalam satu bingkai yang saling berhubungan.

Maka munculah istilah sekularisasi yang secara sederhana dimaknai sebagai pemisahan antara urusan agama dan selain agama. Kata sekulrisasi berasal dari kata sekuler yang berasal dari bahasa Latin saeculum.  Kata sekuler atau sekularisme atau sekularisasi pada intinya adalah bentuk pemisahan antara yang bersifat agamawi dengan hl yang bersifat duniawi.[1]

Dalam dunia Islam sendiri ada satu tokoh yang menjadi sentral pembahasan terkait dengan sekularisasi ini. Mustafa Kemal at-Turk adalah tokoh dibalik sekularisasi dalam Islam. Pada masanya ia berupaya memisahkan agama dengan urusan kepemerintahan yang akhirnya mengakhiri sistem pemerintahan khilafah islamiyah  dan berganti menjadi negara. Mustafa Kemal At-turk melakukan sekularisasi besar-besaran di Turki diantaranya adalah pelarangan jilbab, merubah lafadz adzan dengan bahasa Turki, pelarangan shalat di masjid Hagia Sophia, pelarangan syariat Islam, hari libur sabtu dan minggu dan penghapusan sistem khilafah islamiyah.[2]

Perkembangan Islam di era modern ini memang sudah pasti bercampur dengan berbagai pola-pola pemikiran yang berbau barat. Runtuhnya sistem khilafah islamiyah pada masa at-turk saya duga menjadi titik tolak berkembangya sekularisme di interen Islam, meskipun Nurcholis Madjid mengatakan bahwa sebenarnya munculnya Islam dimulai dengan proses sekularisasi dan ia menambahkan bahwa ajaran tauhid merupakan titik tolk sekularisasi secara besar-besaran. Namun hal tersebut juga dipandang sebagai pernyataan yang kontroversial.

Pada masa at-turk pula semboyan-semboyan dari barat mulai masuk dalam tubuh Islam, adanya nasionalisme dikatakan pula sebagai salah satu bentuk guna menghapuskan kesatuan umat islam yang tersebar ke penjuru dunia sementara nasionalisme hanya mencangkup satu kawasan tertentu atau negara tertentu saja.  Rasa nasionalisme hanya akan tumbuh pada satu bangsa. Hal ini merupakan perwujudan untuk kembali ke fanatisme kesukuan sebagaimana yang terjadi pada bangsa Arab jahiliah. Pada masa jahiliah satu suku memiliki ikatan yang sangat kuat, mereka akan salaing membantu dan tolong menolong, sementara dengan suku lain mereka saling berperang. Bisa dikatakan bawa mereka memiliki sifat layaknya nasionalisme namun dalam wilayah suku mereka. Kemudian Rosul datang dan menyatukan semua suku yang ada dibawah payung Islam, menjadi satu bukan karena suku tetapi karena Islam. Sekerang di Era modern, Islam pun terkotak-kotak dalam wilayah-wilayah tertentu dalam sekat-sekat bangsa dan negara. Faham nasionalisme inilah yang juga dipandang sebagai ide peleburan kesatuan Islam[3].

Namun sekiranya faham nasionalisme ini pun penting kita tanamkan sebagai warga negara, agar memiliki sikap yang peduli dengan bangsa dan negara, karena negara kita yang plural, bercorak etnis, budaya dan agama harus hidup saling berdampingan, menjaga kedamaian negara, bersama-sama mengembangkan semangat kebangsaan agar tercipta satu kesatuan negara yang harmonis. Disini bukan berarti faham tersebut menggantikan kesatuan umat Islam, Justru di tengah era modern dan umat islam yang tersebar keseluru penjuru dunia kita juga harus sadar akan kesatuan umat Islam, menanamkan nasionalisme pada negara kita yang plural dan menjunjung kesatuan umat Islam secara universal.

Maka menurut penulis, kita ambil positif faham yang ada guna meningkatkan kesadaran kita tentang kesatuan. Lalu menyadari pula esensi kesatuan umat Islam secara Universal, tentunya dimulai dari satu wilayah kecil, karena tidak jarang kita temui adanya perselisihan internal Islam di wilayah kecil tertentu, maka bagaimana bisa kita membangun kesatuan secara universal jika terhambat dengan perselisahan internal umat Islam sendiri.

Islam adalah agama yang humanis, tidak ada perbedaan antara satu umat dengan umat  lainya kecuali ketakwaan. Islam menghapuskan perbudakan, menghapuskan sistem kastra, menggalakan persamaan derajat antara kaya dan miskin. Untuk itu perlunya kita renungkan nasionalisme dan kesatuan umat Islam dalam bingkai menjaga kesatuan pada ranah bangsa yang plural dan Islam yang humanis.



[1] Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A, Sekularisasi, membongkar kerancuan pemikiran Nurcholish Madjid, 2008, Yogyakarta: Nawesea Press, Hal 26
Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A, Sekularisasi, membongkar kerancuan pemikiran Nurcholish Madjid, 2008, Yogyakarta: Nawesea Press Lihat pula hal 39
[3] Lihat m.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/14/10/09/nd6cab3-haji-dan-persatuan-umat dan lihat hizbu-tahrir.or.id/2013/03/31/nasionalisme-dan- separatisme-haram

No comments: